Senin, 03 November 2008

Guru Dituntut Kreatif Mengajar

Sabtu, 01 Nopember 2008
Guna menumbuhkan minat belajar para siswa maka guru dituntut lebih kreatif dalam mengajar. Sementara untuk memberikan pengayaan terhadap dirinya guru juga dituntut kreatif mengembangkan kemampuan mengajar dan mengembangkan pedagogik dalam proses pembelajaran. Wawasan guru juga diharapkan tidak terjebak pada buku teks semata.

Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Dirjen PMPTK) Depdiknas Baedhowi mengatakan, untuk menumbuhkan minat belajar siswa maka seorang guru dituntut mampu menerapkan cara belajar yang menarik. "Jiwa enterpreneurship yang dimiliki oleh seorang guru bukanlah enterpreneurship seperti seorang pengusaha, tetapi terkait kreativitas," katanya usai membuka Seminar Meningkatkan Enterpreneurship Guru di Depdiknas, Jakarta, Selasa (28/10/2008) .

Baedhowi mengatakan, praktek - praktek yang dilakukan oleh guru untuk mengembangkan kreativitasnya yakni dengan kreatif dalam belajar dan berketerampilan. Dia menyebutkan, keterampilan seperti memasak dan membuat alat peraga pendidikan yang sederhana merupakan contoh nyata sebuah kreativitas. "Guru - guru membuat alat peraga sederhana itu suatu kreativitas. Jadi yang namanya belajar tidak harus beli alat dari pabrik, tetapi bisa bikin sendiri. Bejana berhubungan bisa dibikin sendiri. Untuk menjelaskan pelajaran Matematika dapat menggunakan lidi," ujarnya.

Lebih lanjut Baedhowi mengatakan, untuk mengajarkan anak didik pengetahuan tentang hitung dagang dapat dilakukan sambil bermain. Siswa, kata dia, dapat diajak belanja ke pasar lalu diminta menghitung dan mencatat pembelian yang dilakukan. Siswa juga dapat diajak ke koperasi sekolah lalu diminta menanyakan harga kemudian dibukukan. "Siswa diperkenalkan dan diminta mempraktekkan menggunakan buku kas," katanya.

Tika Bisono, pemateri seminar, mengatakan, sebagai seorang karyawan seharusnya dapat memberikan nilai tambah kepada institusinya. Pada saat memberikan nilai tambah itu, kata dia, terdapat unsur mengembangkan institusi dengan kemampuan dirinya. "Keterampilan lain yang tidak masuk job desk inilah sebenarnya basis dari enterpreneurship, " katanya.

Tika mencontohkan, cikal bakal enterpreneurship seorang guru dapat dilakukan dengan menyapa tukang kantin sekolah dan tukang sapu. Menurut dia, perilaku seorang guru menyapa mereka ini sudah merupakan suatu basis enterpreneur untuk mengembangkan imej orang - orang yang melihat bahwa sekolah itu ramah. Perilaku ini, lanjut dia, lalu menular ke murid - muridnya. "Bukan karena disuruh guru harus mengatakan selamat pagi ke semua orang, tetapi cuma karena si anak itu melihat gurunya melakukan hal itu (menyapa) ke orang lain. Itu enterpreneur! " ujarnya.

Pembelajaran, kata Tika, tidak hanya dilakukan melalui buku teks. Anak - anak, kata dia, dibangkitkan pengetahuan dan kecintaannya terhadap belajar justru dari kecakapan hidup atau life skills. "Sumber kecakapan hidup itu dapat berasal dari pengalaman hidup para guru sendiri," katanya.

Tika mengamati, hubungan antara guru dan siswa pada saat ini masih kurang komunikatif. Dia mencontohkan, dari para peserta seminar yang berprofesi sebagai guru sekolah dasar sampai sekolah menengah atas mengaku belum memiliki buku penghubung. Buku ini, kata dia, berfungsi sebagai media komunikasi antara orangtua siswa dengan guru. Orangtua siswa, kata dia, dapat memanfaatkan buku penghubung untuk mengetahui perkembangan anaknya, serta mengetahui isu - isu yang terjadi di sekolah. "Buku penghubung adalah media yang paling murah dan sederhana," katanya.***

Sumber: Pers Depdiknas

Tidak ada komentar: